Jumat, 05 Desember 2008

Motor Pertama di Muka Bumi

Nurlis E. Meuko, Beno Junianto
Daimler (www.wired.com)

VIVAnews - Motor pertama kali dirakit di Jerman. Buah tangan seorang ahli mesin Jerman Gottlieb Daimler pada 1885, pria kelahiran Schorndorf 17 Maret 1834. Sedangkan perancang sepeda motor sudah dimulai oleh Ernest Michaux seorang Perancis pada 1868.

Tenaga Penggerak yang dipergunakan pada waktu itu direncanakan ialah mesin uap. Proyek ini gagal, kemudian Edward Butler mencoba menyempurnakan dengan membuat kendaraan lain. Dia membuat kendaraan tiga roda dan digerakan motor dari jenis mesin pembakaran dalam.

Akhirnya masih di tahun yang sama, Gottlieb Daimler, memperkenalkan ciptaannya berupa sepeda bermesin. Kali ini baru berhasil.

Bagaimana pun jenis kendaraan ini belum dikenal masyarakat, sampai 1892 Henry Hilderband dari Munich, waktu itu masih Jerman Barat, memperkenalkan sepeda motor model baru, yang disusul oleh Werner Brothers pada 1897.

Selanjutnya, Daimler mengambil keputusan memproduksi mesin untuk sepeda Gottlieb Daimler. Menjelang 1883 dia menciptakan mesin dengan sistem pembakaran sempurna (tetapi bukan seperti mesin yang kita kenal sekarang) pada sebuah sepeda kayu yang dia desain sendiri.

Sepeda itu memiliki empat roda, termasuk dua roda tambahan. Hasilnya, mesin mampu menggerakkan roda dengan kecepatan 700-900 putaran per menit. Lebih jauh dari itu, Daimler berusaha mati-matian membuat mesin untuk sepeda, yang berarti sepeda motor pertama di dunia.(vivanews.com)

Jumat, 28 November 2008

2000 Naskah Adat Batak Berada di Belanda dan Jerman

Staf Perpustakaan Nasional merapikan catatan katalog koleksi data yang masih dilakukan dengan sistem katalogisasi manual di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta, Senin (6/10). Saat ini Perpustakaan Nasional sedang menyiapkan sistem digitalisasi pada materi maupun sistem database koleksi sehingga akan lebih mudah diakses dan dimanfaatkan masyarakat.
Jumat, 28 November 2008 | 08:00 WIB

MEDAN, JUMAT--Sekitar 2.000 lebih naskah asli adat Batak dan 1.000 di antaranya terbuat dari kulit kayu saat ini berada di negeri Belanda dan Jerman.

Profesor. Dr. Uli Kozok MA dari University of Hawaii, Minoa, Amerika, di Medan, Kamis, mengatakan, ribuan naskah asli adat Batak tersebut dibawa ke luar negeri ketika masa penjajahan Belanda dan masa Zending I.L Nomensen di tanah Batak.

Saat ini baru dua naskah yang bisa diakses untuk umum karena telah diolah dalam bentuk digital, sementara selebihnya belum dapat diakses karena masih dalam bentuk asli dan dikuatirkan akan rusak jika diakses untuk umum.

"Isinya pada umunya berupa instruksi atau tatacara upacara ritual keagamaan, cara mengalahkan musuh dalam peperangan, puisi-puisi cinta, dan tradisi, serta budaya Batak lainnya," katanya.

Ribuan naskah tersebut lebih aman dan terjamin kelestariannya jika berada di luar negeri, karena kalau di luar negeri peluang untuk diperjualbelikan atau disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab jauh lebih kecil.

"Selama ini di Indonesia banyak benda budaya yang seharusnya dirawat tetapi malah diperjualbelikan. Makanya lebih baik naskah-naskah asli tersebut lebih aman jika berada di luar negeri," katanya.

Menurut ahli sejarah itu, pembuatan naskah dan budaya Batak dalam bentuk digital dewasa ini sangat diperlukan, mengingat setiap naskah yang berada di luar negeri itu tidak mudah dibawa kembali ke Indonesia.

"Kalau sudah dalam bentuk digital akan mudah diakses oleh siapa saja termasuk juga oleh ilmuan-ilmuan yang meneliti lebih jauh tentang adat-istiadat suku Batak," katanya.(ANT)

Kamis, 27 November 2008

Misteri Surat-surat Sisingamaraja XII

Tanggal 17 Juni 1975, tepat pada tahun ke-58 wafatnya pahlawan nasional Raja Bakara Sisingamangaraja XII, warga Tapanuli di Jakarta telah memperingatinya di Taman Pahlawan Kalibata. Acara kemudian dilanjutkan di Istora Senayan, dimana bendera asli yang digunakan Sisingamangaraja XII bergerilya selama 30 tahun melawan penjajah Belanda, ikut ditampilkan. Sisingamangaraja XII gugur oleh ekspedisi Christoffel di daerah Dairi, Sumut bersama Patuan Anggi, Patuan Nagari dan Boru Lopi.

Kamis, 27 November 2008 | 22:01 WIB

MEDAN, KAMIS - Misteri surat-surat Sisingamaraja XII hingga kini belum banyak terkuak isinya. Dokumen surat ini hanya sebagian kecil saja yang sudah diulas isinya. Sebagian dari isi suratnya berhasil diterjemahkan.

Di salah satu suratnya Sisingamaraja tertulis, "Saya Tuan Sisingamangaraja yang memerintah di Bakkara.Surat ini memakai stempel berhuruf Arab dan Mandailing," tutur peneliti University of Hawaii Amerika Serikat Uli (Ulrich) Kozok dalam acara ceramah ilmiah Surat-surat Sisingamaraja XII di Universitas Negeri Medan (Unimed), Kamis (27/11).

Dari penelitian Uli, surat-surat Sisingamaraja XII tidak ditulis langsung oleh Sisingamangaraja, melainkan disalin oleh dua juru tulisnya yakni Herman Silaban dan Manase Simorangkir . Begitupun dengan stempel atau cap surat. Menurutnya stempel surat Sisingamaraja dibuat oleh orang dekat nya dan dikerjakan di Batak.

Pemakaian aksara Arab dan Mandailing terjadi lantaran pengaruh kolonial ketika itu. Pemerintah kolonial, katanya, melarang penyebaran Kristen ke Silindung, Tapanuli Utara. Sebelum masuk ke daerah itu, misionaris Jerman Ingwer Ludwig Nommensen berada di Sipirok selama dua tahun.

Aksara Mandailing ini, banyak digunakan oleh zending dalam surat menyuratnya ataupun dalam laporan tahunannya yang beraksara Batak. Huruf Arab berada di bagian pinggir stempel melingkari stempel. Adapun huruf mandailing dipakai di bagian dalam stempel.

Stempel dalam surat ini tidak mengindikasikan Sisingamaraja beragama Islam. Penggunaan huruf Arab lantaran kedekatan Sisingamaraja dengan Kerajaan Aceh yang saat itu sudah fasih berbahasa dan menulis Arab. Sisingamaraja memeluk agama asli Batak. Agama yang saya maksud bukan Parmalim karena, ini (Parmalim) merupakan organisasi yang religius yang belakangan terbentuk setelah ada sinkretisme Islam dan Kristen, tuturnya.

Sebagian besar naskah asli surat-surat Sisingamaraja kini masih tersimpan di Belanda dan Jerman. Dari catatan Uli, salah satu tempat yang menyimpan naskah surat ini berada di Berlin Jerman. Di tempat ini ada sekitar 50 naskah asli. Namun kini, masyarakat bisa mengaksesnya secara digital di Museum Negeri Sumatera Utara di Medan